Firman Venayaksa |
1/
kekasih
1
sesaat adalah
waktu yang lama untuk bergumul dengan jarijari syair langit dan teduh giri.
mereka sudah mau
kukabari tentang puisi lalu berbalik mengabariku dengan celoteh pagi hari
dan juga tetes
susu di puting coklatmu untuk mereka. seperti lem perekat tikus yang kita beli
di alfamart. likat. rekat. dirindu.
kemarin aku
belikan syair langit gangsing elektronik made in china. esok aku gantikan kamu
gendong teduh giri yang rajin pipis. tapi persoalan aku harus memakai kondom
nampaknya harus kita obrolkan lagi malam ini. ketika mereka tidur sambil kita
sibuk bergulat bunuh nyamuk.
di televisi aku
lihat kondom-kondom jadi balon ditiup anakanak indonesia. Itulah
mengapa.
Tanah Air,
2007
2/
tubuh
mari kita hardik
tubuh kita yang terlentang dan guyub dengan tanah. diinjak dan menerus
kerontang. sebab apa telah kita sampaikan. hanya secuil kata penyair; mulai
dari celana, kulkas, artikel singkat di surat kabar minggu dan remahremeh
celana dalam dan di dalam celana. ah, lagilagi tubuh kita terus dikata.
diperiksa.supaya makin asing dan jauh. Kian muluk dan takabur.
tubuh kita
berjumpa soekarno di kubangan. ada kasur reyot. sepeda kumbang reyot. Buku-buku
peyot. dan menyempil di kamar berikutnya jejeran busana tonil bergaya perancis.
tubuh kita berjumpa soeharto di kuburan keramat. ada anak cucu cicit sedang
main petak umpet, perangperangan dan kudakudaan. tubuh kita berjumpa habibi di
tempat pelacuran. anak kecil pun tahu ada sandiwara sedang dimainkan. suara
erangan penuh bersahutan. tubuh kita berjumpa megawati di pom bensin. segak.
sengit. bau taik kerbau memacetkan hidung yang sedang influenza. tubuh kita
berjumpa gusdur di diskotik. goyang pinggul nyanyi tralala. tubuh kita berjumpa
susilo di meja kerja. Tak hendak pegang senapan, cuma bilang dar der dor di
alam mimpi.
ini betul
gara-gara tubuh kita. tak mesti kita paham sebab tak semua harus penting.
kalau tak
percaya, bukalah dada kita. ada jantung copot dari gagangnya. darah muncrat
dari nadinya. ginjal kita disumbat batu.
operasi. ya
segera.
lalu harus ke
dokter. yang hanya bisa kasih aspirin dan antalgin dan tubuh kita penuh kimia.
iklan obat sumbat pikiran. tubuh kita kian gemetar. tak lagi punya kecerdasan
karena setiap sel otak kita disumbangkan untuk birokrat korup, jawara edan,
selebritis kampungan, dosen proyek, penyair lenong, doger monyet di tivitivi
dan guruguru yang berkurikulum sertifikasi.
supaya tubuh
kita terus berguna, cuma ada satu cara. kita potong sebagian dan sebagian.
sekerat daging kita lacurkan pada anjing. sekerat berikut kita tebar dimakan cacing. Biar
daging dan nanah menetes. tumpah. tuntas.
Tanah Air,
2008
3/
banten
di jantungmu
banten, aku melihat asbak dengan sekerecut abu. kepulan asap berabad silam
diamdiam membeli langkahku dalam perjalanan usang. setiap getir dari matamu
banten, adalah kuncup melati yang terlepas dari dahan.
Tanah Air,
2008
4/
di
menara banten
kalau saja derit
pintu langit membuka, seperti lalu, ketika muhammad diterbangkan, maka selaksa
cemas akan tumpas.
genangan kopi
hari kemarin ternyata telah mengingkari sahadatku. dan celaka, aku dikarbit.
kini seperti pisang yang terlalu cepat layu. itikafku yang mainmain di
kasunyatan, tahajudku yang mainmain dengan tangisan, doaku yang bukan
mainmain inginnya, tergenang di comberan kaibon.
di menara banten
aku mencekik nafasku.
Tanah Air,
2008
5/
tubagus
:kepada namanama
yang tak mau disebut
aku haturkan
assalamualaikum, dengan takzim yang matang.
carpe diem
lupa telah
kuiris matahari di dadamu. seusai perjalanan dari debu ke debu itu hari.
secangkir air liur telah menggamit resah kita. di sekolah, jejaknya masih
terlihat basah. menggenang di korankoran. Namun kesempatan terus membatu.
Tanah Air,
2009
6/
interlude
malam
nada kian putus
ditikam waktu. senarsenar berkarat dimakan sejarah. tapi tetap saja kau
nyanyikan simfoni lara setelah sendal jepit dan kaos oblong hendak kau
tanggalkan di tubuh.
di bawah
peredaran planetplanet kemiskinan, kau menatap cahaya satu garis di kejauhan.
dan terlemparlah dzikirdzikir sunyi, lepas seperti busur tak berarah.
Tanah Air,
2009
7/
tamansari
lagi. kasur pesing berkabar tentang janin bayi dan resleting yang macet. jam dua, ketika bulan mengunduh baitbait sumsum malam, ada lengang yang aneh. nafas begitu datar dan waktu lepas dari jarum jam.
lagi. kasur pesing berkabar tentang janin bayi dan resleting yang macet. jam dua, ketika bulan mengunduh baitbait sumsum malam, ada lengang yang aneh. nafas begitu datar dan waktu lepas dari jarum jam.
suara tengik
makin asin saja dan rumbai swasangka meledak di penggorengan.
Tanah Air,
2009
--------
Kegiatan di Rumah Dunia |
Firman Venayaksa lahir di Cianjur, 2
September 1980. Semenjak usia tiga tahun, redaktur budaya tabloid Kaibon ini
dibesarkan di Lebak-Banten tempat Max Havelaar “menemukan” Multatuli.
Menyelesaikan S-1 di UPI Bandung, S-2 di UI Jakarta. Tulisannya tersebar
dipelbagai media seperti Media Indonesia, Republika, Pikiran Rakyat, Lampung
Post, Ketapang Pers, Bangka Post, Radar Banten, Fajar Banten, Matabaca, Sabili,
Annida, Spice, Keren Beken, Aneka Yes, Galamedia, On-Off, dan lain-lain.
Namanya tercatat dalam Leksikon Sastra Kota yang dihimpun oleh Dewan Kesenian
Jakarta (Bentang Budaya, 2003). Sementara buku antologi yang sudah terbit
bersama antara lain: Tunas Kecil (2000), Ini Sirkus Senyum (Bumimanusia, 2002),
Grafitti Imaji (YMS, 2002), Sembunyi Sampai Mati (Suhudsentrautama dan S3,
2003), Kacamata Sidik (Senayan Abadi, 2004), Harga Sebuah Hati (Akur, 2005),
Panggil Aku Ibu (Senayan Abadi, 2005), Perjalanan Sunyi (Senayan Abadi, 2005),
Ketika Penulis Jatuh Cinta (LPPH, 2005), Padi Memerah (MU3, 2005), Addicted 2
U (LPPH, 2005), Dongeng sebelum Tidur (Gramedia, 2005), Merdeka di Negeri
Jawara (lumbung banten, 2007), Tarian dari Langit (Republika, 2007), Antologi
Seratus Puisi Bangkitlah Raga Negriku, Bangkitlah Jiwa Bangsaku (Depkominfo,
2008), Sebelum Meledak (MPU, 2008). Novel perdananya berupa dwilogi diberi
judul Sayap-Sayap Ababil (MU3, 2005). Pernah menjadi juara 1 lomba baca puisi
piala Rendra dan menyutradarai pementasan performance art dan film dokumenter.
Selain menulis sastra, iseng-iseng menjadi penulis skenario dan mengerjakan
lebih dari 50 musikalisasi puisi. Kini bekerja sebagai dosen tetap di Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) dan
menjadi presiden Rumah Dunia-Banten (www.rumahdunia.net)
E-mail: venayaksa80@yahoo.com
No comments:
Post a Comment