RUANG LINGKUP
PUISI BARU, JENIS-JENIS PUISI BARU, UNSUR PEMBENTUK PUISI BARU,
DAN SHARING
PENGALAMAN PENCIPTAAN PUISI BARU
disusun oleh
Agustinus Suyoto, S.Pd
I. KONSEP DASAR
Untuk mengetahui batasan mengenai puisi
baru, ada baiknya kita membandingkannya dengan puisi lama. Jika puisi lama
sungguh sangat terikat dengan aturan baku mengenai jumlah suku kata tiap baris,
aturan baku tentang persajakan, tentang bentuk, dan tentang isi, puisi barus
sebaliknya, keterikatan terhadap bentuk, jumlah suku kata tiap baris,
persajakan mulai longgar atau menemukan format baru. Namun sebagaimana puisi,
puisi baru masih terikat pada pembaitan, persajakan, dan irama.
Pada dasarnya banyak orang sepakat bahwa
puisi (baru) dibangun dari sejumlah unsur pembangun. Ada yang mengatakan bahwa
puisi (baru) dibangun dari delapan unsur pembangun yaitu (1) bunyi, (2) diksi,
(3) bahasa kiasan, (4) citraan, (5) sarana retorika, (6) bentuk visual,
(7)judul, dan (8) makna.
Ada pula yang mengatakan bahwa puisi
dibangun dari dua struktur yaitu struktur batin dan struktur lahir. Yang
dimaksud struktur batin puisi adalah unsur pembangun puisi yang tidak kelihatan
tetapi dapat dirasakan, sedangkan yang dimaksud
struktur lahir adalah unsur pembangun puisi yang jelas-jelas dapat dilihat
secara eksplisit dalam puisi tersebut. Struktur batin puisi sering disamakan
dengan unsur ekstrinsik puisi, sedangkan struktur lahir puisi sering disamakan
dengan unsur intrinsik puisi.
Hampir sama dengan struktur batin dan
struktur lahir, ada ahli yang mengatakan bahwa puisi dibangun dari hakikat
puisi dan metode puisi. Yang dimaksud hakikat puisi adalah struktur batin, yang
terdiri dari empat unsur, yaitu (1) Sense (tema, arti). Sense atau tema adalah
pokok persoalan (subyek matter) yang
dikemukakan oleh pengarang melalui puisinya. Pokok persoalan dikemukakan oleh
pengarang baik secara langsung maupun secara tidak langsung (pembaca harus
menebak atau mencari-cari, menafsirkan). (2) Feling (rasa).Feeling adalah sikap
penyair terhadap pokok persoalan yang dikemukakan dalam puisinya. Setiap
penyair mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi suatu persoalan. (3)
Tone (nada).Yang dimaksud tone adalah sikap penyair terhadap pembaca atau
penikmat karyanya pada umumnya. Terhadap pembaca, penyair bisa bersikap rendah
hati, angkuh, persuatif, sugestif. (4) Intention (tujuan).Intention adalah
tujuan penyair dalam menciptakan puisi tersebut. Walaupun kadang-kadang tujuan
tersebut tidak disadari, semua orang pasti mempunyai tujuan dalam karyanya.
Tujuan atau amanat ini bergantung pada pekerjaan, cita-cita, pandangan hidup,
dan keyakinan yang dianut penyair.
Metode puisi
terdiri dari lima unsur yaitu (1) Diction (diksi). Diksi adalah pilihan
atau pemilihan kata yang biasanya diusahakan oleh penyair dengan secermat
mungkin. Penyair mencoba menyeleksi kata-kata baik kata yang bermakna denotatif
maupun konotatif sehingga kata-kata yanag dipakainya benar-benar mendukung
maksud puisinya. (2) Imageri (imaji, daya bayang). Yang dimaksud imageri adalah
kemampuan kata-kata yang dipakai pengarang dalam mengantarkan pembaca untuk
terlibat atau mampu merasakan apa yang dirasakan oleh penyair. Maka penyair
menggunakan segenap kemampuan imajinasinya, kemampuan melihat dan merasakannya
dalam membuat puisi. (3). The concrete word
(kata-kata kongkret). Yang dimaksud the
concrete word adalah kata-kata yang jika dilihat secara denotatif sama
tetapi secara konotatif mempunyai arti yang berbeda sesuai dengan situasi dan
kondisi pemakaiannya. Slametmulyana menyebutnya sebagai kata berjiwa, yaitu
kata-kata yang telah dipergunakan oleh penyair, yang artinya tidak sama dengan
kamus. (4). Figurative
language (gaya bahasa). Adalah cara yang dipergunakan oleh penyair untuk
membangkitkan dan menciptakan imaji dengan menggunakan gaya bahasa,
perbandingan, kiasan, pelambangan dan sebagainya. (5) Rhythm dan rima (irama dan sajak). Irama ialah pergantian turun naik,
panjang pendek, keras lembutnya ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Rima adalah persamaam bunyi dalam puisi. Dalam rima
dikenal perulangan bunyi yang cerah, ringan, yang mampu menciptakan suasana
kegembiraan serta kesenangan. Bunyi semacam ini disebut euphony. Sebaliknya, ada pula bunyi-bunyi yang berat, menekan, yang
membawa suasana kesedihan. Bunyi semacam
ini disebut cacophony.
II. JENIS-JENIS
PUISI BARU
Ada
beberapa dasar dalam penggolongan puisi baru.
Berdasarkan
jumlah baris tiap bait, puisi baru dibagi sebagai berikut :
1. Distichon
(distikon). Distikon adalah puisi baru yang masing-masing bait terdiri dari dua
baris, persajakannya biasanya aa atau ab.
2. Terzina (tersina).
Terzina adalah puisi baru yang masing-masing bait terdiri dari tiga baris,
persajakannya biasanya adalah aaa, aba, abb, atau abc.
3. Quatrain
(Kuatrin). Kuatrin adalah puisi baru yang masing-masing bait terdiri dari empat
baris, persajakannya biasanya abab, abba, aabb, abcd.
4. Quin (Kuin).
Kuin adalah puisi baru yang masing-masing bait terdiri dari lima baris, variasi
persajakannya adalah aabbc, aaabb, ababa, abbba.
5. Sexted
(Double terzina). Sexted adalah puisi baru yang masing-masing bait terdiri dari
enam baris.
6. Septime.
Septime adalah puisi baru yang masing-masing bait terdiri dari tujuh baris.
7.
Stansa/Oktaaf. Stansa atau oktaaf adalah puisi baru yang masing-masing bait
terdiri dari delapan baris.
8. Soneta.
Soneta dalah puisi baru (hasil pengaruh sastra Italia) yang terdiri dari 14
baris, yang terbagi menjadi empat atau lima bait. Pembagiannya bisa 2 kuatrin,
2 terzina atau 2 kuatrin 3 distikon, dst.
9. Puisi bebas.
Puisi bebas adalah puisi baru yang jumlah baris tiap baitnya tidak beraturan
atau tidak sama antara bait satu dengan bait lainnya.
Berdasarkan
isinya, puisi baru dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu
1.
Puisi liris, yaitu puisi yang bersifat cetusan hati atau ungkapan perasaan
Ada beberapa jenis puisi liris, yaitu
a.
Aubade,
yaitu puisi (nyanyian) percintaan yang biasa dinyanyikan pada waktu pagi.
b.
Ode,
yaitu puisi pujian terhadap seseorang atau suatu hal atau keadaan.
c.
Serenade,
yaitu puisi (nyanyian) percintaan yang biasa dinyanyikan pada waktu senja.
2.
Puisi naratif, yaitu puisi yang bersifat menjelaskan atau menceritakan sesuatu
Ada beberapa jenis puisi naratif, yaitu
a.
Epic,
yaitu puisi yang bersifat menceritakan atau menjelaskan
b.
Romance,
yaitu puisi mengenai percintaan yang romantic dan penuh luapan perasaan
c.
Balada,
puisi tentang kepahlawanan seseorang
3.
Puisi dramatic, yaitu puisi yang bersifat percakapan atau dialog.
Ada beberapa jenis puisi dramatic, yaitu
a.
Tragedi,
yaitu puisi romatik yang menyedihkan.
b.
Komedi,
yaitu puisi dramatic yang menggelikan
c.
Tragikomedi,
yaitu puisi dramatic campuran antara kesedihan, kegembiraan, dan kehancuran.
III. SHARING
PENGALAMAN PENCIPTAAN PUISI BARU
Ada sejumlah orang yang mengatakan bahwa
seorang penyair itu dilahirkan. Artinya, kemampuan menciptakan puisi merupakan 100%
bakat alam, talenta sejak lahir. Pendapat itu mungkin ada benarnya, tetapi
hanya berlaku untuk sebagian sangat kecil pencipta puisi, sebagian besar
lainnya adalah hasil olah diri dan latihan terus-menerus. Berdasarkan keyakinan
bahwa kemampuan menulis puisi dapat dipelajari atau diasah dalam proses
pembelajaran, kita akan bersama-sama mencoba menemukan simpul-simpul penentu
kualitas puisi.
Yang pertama-tama perlu kita cermati
adalah dalam menciptakan sebuah puisi (berkualitas) ada beberapa kecenderungan
sebagai berikut
1.
Puisi
yang berkualitas pada dasarnya adalah puisi yang mengungkapkan sesuatu secara
tidak langsung atau samar-samar. Pembaca diberi kesempatan untuk menafsirkan
sendiri maksud/isi puisi tersebut.
2.
Puisi
yang berkualitas biasanya menggunakan kata-kata yang padat, tepat, dan
bermakna. Jumlah kata yang dipakai dalam puisi lebih sedikit bila dibandingkan
dengan maksud pengarang. Kata-kata yang dipakai terkesan sebagai “kata pilihan”
bukan asal-asalan.
3.
Puisi
yang berkualitas biasanya bermakna ganda. Secara sengaja penyair membuat
“jebakan” atau peluang agar puisinya bisa dimaknai lebih dari satu makna.
4.
Puisi
berkualitas biasanya memuat sejumlah gaya bahasa. Yang umum dipakai adalah
metaphor-metafor atau perbandingan-perbandingan tak langsung.
5.
Tiprografi
atau bentuk persajakan dan pembaitan dalam puisi berkualitas biasanya tidak
monoton.
Berdasarkan
pandangan tersebut, berikut ini akan dipaparkan sejumlah teknik untuk
penciptaan hal-hal tersebut.
Menciptakan makna taklangsung
Contoh :
MATA YANG HILANG
Seharian
kucari mataku,
di
rak tempat biasa kuistirahatkan mataku,
tak
ada di sana,
lalu
di mana
mungkin
tertinggal di warung Bi Ijah,
tempat
biasa aku makan siang,
tak
ada juga di sana,
atau
mungkin tertinggal
di
kost pacarku?
nggak
mungkin, untuk yang satu ini
aku
selalu rapi
hampir
semua sudah kutanya,
jawabnya
sama saja—tidak tahu—
iseng-iseng
kubuka buku antropologiku
ah,
ternyata mataku terselip di halaman
seribu
sembilan ratus enam puluh enam
9
Maret 2003
HARI GURU
Ketika
dalam upacara bendera
anak-anak
menyanyikan lagu
Pahlawan
Tanpa Tanda Jasa
tiba-tiba
perutku mulas
ingin
ke kamar kecil
25 November 2002
Menciptakan persajakan kreatif
Contoh :
SEPATU DALAM OTAK
ANAK-ANAKKU
sepatu
itu selalu ada di kaki,
kata
anak-anakku,
dan
dibuang ketika usang,
ganti
yang baru.
Suatu
kali sepatu-sepatu itu
berbaris
di pembuluh-pembuluh darah
kepala
anak-anakku
seperti
derap langkah pasukan
menuju
medan perang
dengan
senjata lengkap
Sebuah
sepatu yang jantungnya robek berteriak
“Mana guru yang mengajarkan
kebebasan berpikir
itu?”
Sepatu
lain yang alasanya dimakan rayap
membentak
“ Mana guru yang mengajarkan
kreativitas
itu?”
Sepatu
kecil tetapi mulutnya lebar,
tak
mau ketinggalan,
“Mana guru yang mengajarkan
puisi dan
sastra itu?”
Sepasang
sepatu yang sedang bercumbu
di
pojok pembuluh darah otak kecil berbisik
“Itu, dia sedang bercumbu dengan
sepatunya!”
Menciptakan metafor-metafor segar
Contoh :
KUTITIP
KEPEDIHANKU PADA ANGIN
Kawanku,
anak-anak bajang yang sedang sibuk menggiring angin
Aku
titip catatan kepedihanku
Untuk
kausampaikan pada Romo Sindhu, orangtua imajinatifmu
Catatan
kepedihan yang kutangkap dari layang-layang
Di
atas water
castle sebelah rumahku
Pada
layang-layang pertama
Anak
didikku si Anna (yang Katolik itu),
Barusan
dikeluarkan dari sekolah lantaran kena narkoba,
Lalu,
ketika ibunya dikabari (ibunya Katolik
juga),
Anakku itu justru dilempar ke rumah neneknya, di belantara
Sumatra
Kawanku,
anak-anak bajang yang sedang sibuk menggiring angin
Tolong
katakan padaku besok pagi ketika kita bertemu lagi
Aku
harus bagaimana?
Pada
layang-layang kedua,
Sebenarnya
aku enggan bercerita,
Malam-malam aku ketemu tetanggaku sekampung
Maria
Magdalena namanya (Katolik juga),
Sedang
pake rok ketat, dandan norak, di ALKID
Iseng-iseng
cari mangsa bapak-bapak berdasi (jangan-jangan
juga yang Katolik),
Kawanku,
anak-anak bajang yang sedang sibuk menggiring angin
Tolong
katakan padaku besok pagi ketika kita bertemu lagi
Aku
harus bagaimana?
Pada
layang-layang ketiga,
Aku
rasanya jadi setengah gila,
Banyak
sekali catatannya, mulai dari orang-orang Ambon (yang Katolik juga),
Yang
bercerita berapa mayat telah dia kuburkan,
Mulai
dari orang-orang Sampit (yang Katolik
juga)
Yang
bercerita berapa bayi telah kehilangan kepala,
Para
pengacara (yang Katolik juga),
Yang
dengan gagah membela orang-orang kalap.
Matius,
Markus, Stepanus, Christoporus, dan nama-nama katolik lainnya,
Yang
terlibat peredaran narkotika.
Kawanku,
anak-anak bajang yang sedang sibuk menggiring angin
Tolong
katakan padaku besok pagi ketika kita bertemu
Aku
harus bagaimana?
Ini
titipanku yang terakhir,
Sekaligus
pertanyaanku untuk bapak imajinatifmu,
Sebenarnya
angin ini mau kalian giring ke mana,
Aku
mulai khawatir, bocah-bocah bajang, jangan-jangan angin ini menjadi badai
Dan
menghancurkan rumahku
Yang
masih reyot menopang kedua anakku yang masih kecil-kecil
Tolong,
aku minta bantuan titip pesanku pada Romo Sindhu,
Adik
terkecil bocah-bocah bajang segera dilahirkan
Agar
rumahku tidak banjir darah lagi
Kawanku,
bocah-bocah bajang yang sedang menggiring angin
Terima
kasih, saya mau menyelesaikan tegukan terakhir
Dari
botol topi miring campur vodka ini
Biar
bisa ketemu anak-anakku sendiri
Yang
kemarin pagi mati over dosis!!
Tamansari
suatu senja di awal Mei 2001
Mempermainkan
imajinasi pembaca dan “ending” puisi
Contoh
:
KETIKA
KANCING BAJU BAGIAN ATAS LEPAS
seorang siswi terjaring tim kedisiplinan
gara-gara kancing baju paling atas lepas,
dia harus berhadapan dengan guru BK,
yang cantik namun punya keahlian menyelidik
“jadi kamu lupa mengancingkannya?”
--- ya, bu, habis buru-buru sih, takut telat!---
“jadi, kamu sering telat?”
---- ya, sering bu, maklum rumah jauh pake bis!---
“sudah berapa kali kamu telat?”
--- lupa, bu, tuh ada di buku catatan pribadi!---
guru BK itu melirik, sedikit menyelidik,
dimainkannya bolpoint di tangan,
diputar-putar sebentar, lalu matanya menghunjam,
“sama siapa saja kamu telat!”
“terus kalau telat kamu kasih obat apa!”
--- kadang-kadang sama teman, kakak juga pernah…..
ya, cuma berusaha
bangun pagi-pagi, Bu!---
“jadi belum pernah diperiksakan ke dokter?”
---buat apa Bu, paling-paling dokter bilang aku anemia,
lalu disuruh banyak
istirahat, makan yang banyak,
dan dia nulis resep,
paling-paling vitamin C dosis tinggi,
kalau nggak ya cuma B
komplek.—
guru itu dengan lekuk kecil di pipi kirinya, diam sesaat.
Janggutnya manggut-manggut
“ anak ini masih sangat polos!” katanya dalam hati.
“ Ya, sudah, kembali ke kelas, lain kali jangan diulangi!”
--- jadi saya tidak diskors, Bu?---
Gadis itu berlari-lari kecil keluar dari ruang BK,
buru-buru ia berlari masuk ke kelas,
maklum yang ngajar adalah
guru idolanya, masih muda lagi,
sambil senyum-senyum dia lepaskan dua kancing bajunya,
dan sedikit memelorotkan kaos dalamnya!
Awal April 2004
Menangkap
peristiwa “sepele” di sekitar kita
Contoh :
SEHABIS
TERTANGKAP MAIN SMS
Bosen.gurunya killer banget. Lu lagi ngapain?
Buru-buru kubuka phonebook, pencet satriyo,
sent. HP masuk laci lagi.
papan tulis masih berisi sederetan
rumus-rumus yang terlalu angkuh untuk kumengerti.
guruku terlalu sibuk memamerkan keahliannya
menggarap soal yang dibuatnya sendiri.
Mataku lolos dari cengkeraman monster itu.
Mampir ke HP. Ada balesan.
lagi main PS. seru nih, sudah level tujuh belas.
mending lu kabur aja!
Memangnya kamu nggak masuk?
Buka phonebook, pencet satriyo, sent.
Kuangkat kepala. Kaget. Sang guru killer sudah
Tepat di depanku. Hpku pindah tangan
“Pulang sekolah ketemu saya!”
Dua minggu kemudian, ada SMS masuk,
“Kamu ada acara tidak nanti sore?”
Nggak pak. Mau ngajak jalan ke mana lagi?
Buka phonebook, pencet pak johan,
Sent.
Awal April 2004
IV. PROYEK
PENCIPTAAN PUISI
Kemampuan
menulis puisi tidak dapat diperoleh hanya dengan sekali menulis puisi kemudian
dinilai oleh guru. Oleh sebab itu, proses penilaian KD Menulis Puisi baru
direncanakan sebagai berikut :
1.
Selama
kurang lebih 12 kali setiap ada jam pelajaran Bahasa Indonesia, siswi diberi
kesempatan untuk mengumpulkan 2 (dua) judul puisi bebas. Jadi total kesempatan mengumpulkan
puisi adalah 24 judul puisi.
Catatan : kewajibannya adalah menciptakan 7 puisi,
kalau menginginkan hasil terbaik boleh terus berkarya sehingga diperoleh 7
puisi terbaik dari seluruh puisi ciptaannya, jika cukup puas dengan KKM tidak
perlu mencipta puisi lagi, cukup 7 puisi.
2.
Puisi-puisi
tersebut (setiap kali dikumpulkan) akan secepatnya dinilai dan dikembalikan
para para siswi. Penilaiannya adalah A+ (10), A(9,5), A-(9), B+ (8,5), B(8),
B-(7,5), C+ (7), C(6,5), dan C-(6).
3.
Siswi
menyimpan sendiri puisi-puisi yang telah dinilai.
4.
Pada
akhir program (Akhir Oktober 2012) siswi mengumpulkan kembali 7 (tujuh) puisi
terbaiknya untuk dihitung nilai akhir dari KD Menulis Puisi. Misalnya 7 puisi
terbaiknya adalah 3 puisi A-, 1 puisi A+, 3 puisi B. Siswi tersebut akan
memperoleh nilai akhir = (3*9)+(1*10)+(3*8)/7 = 61/7= 87.
5.
Untuk
program pengembangan, setelah tujuh puisi dinilai, akan dibentuk kelompok
dengan anggota 6-7 orang dan akan mengemas puisi-puisi terbaik menjadi sebuah
buku kumpulan puisi dengan program office publisher.
Daftar Pustaka
Hartoko, Dick. dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta :
Kanisius.
Ismail. Taufiq. 2001. Modul Pegangan Peserta : Penulisan Puisi.
Jakarta : Dikdasmen.
Situmorang, B.P. 1981. Puisi : Teori Apresiasi Bentuk dan Struktur.
Ende-Flores : Nusa Indah.
Subalidinata, R.S. 1973. Sari Kesusasteraan Indonesia Jilid 1 untuk
Sekolah Lanjutan. Yogyakarta : U.P. Spring.
Tirtawirya, Putu Arya. 1978. Apresiasi Puisi dan Prosa. Ende-Flores :
Nusa Indah.